JAKARTA -
Polisi kini terus mendalami dugaan pembunuhan orang utan oleh sejumlah
oknum pegawai dan pengelola perkebunan Kelapa Sawit di Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur. Hingga kini, sekitar empat karyawan dan
pimpinan PT. K ,sebuah perusahaan Sawit di Kutai Kertanegara, ditetapkan
sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Kadiv Humas Polri Irjen (pol) Saud Usman Nasution menyebut dua tersangka terakhir yang ditetapkan berinisial W dan PCH. W disebut sebagai karyawan PT K yang merekrut para tersangka lainnya sementara PCH disebut sebagai senior manager perusahaan tersebut selaku pemberi instruksi pembantaian. Selain memberi instruksi dari hasil penyelidikan polisi PT. K disebut menyediakan alat-alat dan senjata untuk membunuh binatang yang hampir punah itu.
‘’Terutama dia (W) yang merekrut dan memberikan fasilitas sperti senapan anginnya, jarring dan fasilitas lain. Dalam rangka untuk menangkap dan menjaring terhadap monyet maupun orang utan itu,’’ ujar Saud.
Seperti diberitakan sebelumnya, PCH merupakan senior manager di perusahaan sawit itu. Ia diduga merupakan warga negara asing. Karena itulah polisi kini akan berkoordinasi dengan kedutaan negara bersangkutan.
‘’Yang jelas kita tetap menangani suatu kasus yang menyangkut orang asing, kewajiban kita yang menginformasikan kepada keduataan yang bersangkutan,’’ tambahnya.
PT K sendiri disebut berasal dari Malaysia. Sejak beberapa bulan terakhir perusahaan ini menjadi sorotan dalam dugaan pembunuhan sejumlah orang utan. Hal diketahui dari sejumlah foto dan video pembunuhan satwa yang dilindungi itu.
Dari hasil pemeriksaan, perusahaan ini diduga memberikan bonus bagi karyawannya yang berhasil menangkap Orang Utan yang dianggap sebagai hama perkebunan.
Seperti diberitakan diberitakan, dalam kasus ini polisi telah menangkap dua tersangka tersangka yakni IM (32) dan MJ (33). Polisi menyebut dua warga ini mengaku membunuh orang utan atas perintah dari manajemen perusahaan perkebunan sawit tempat mereka bekerja.
Karena itulah para tersangka ini harus mempertanggungjawaban aksinya melalui Undang-undang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem pasal 21 ayat a dan b dan pasal 40 ayat 2. Mereka terancam penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.(zul/jpnn)
Kadiv Humas Polri Irjen (pol) Saud Usman Nasution menyebut dua tersangka terakhir yang ditetapkan berinisial W dan PCH. W disebut sebagai karyawan PT K yang merekrut para tersangka lainnya sementara PCH disebut sebagai senior manager perusahaan tersebut selaku pemberi instruksi pembantaian. Selain memberi instruksi dari hasil penyelidikan polisi PT. K disebut menyediakan alat-alat dan senjata untuk membunuh binatang yang hampir punah itu.
‘’Terutama dia (W) yang merekrut dan memberikan fasilitas sperti senapan anginnya, jarring dan fasilitas lain. Dalam rangka untuk menangkap dan menjaring terhadap monyet maupun orang utan itu,’’ ujar Saud.
Seperti diberitakan sebelumnya, PCH merupakan senior manager di perusahaan sawit itu. Ia diduga merupakan warga negara asing. Karena itulah polisi kini akan berkoordinasi dengan kedutaan negara bersangkutan.
‘’Yang jelas kita tetap menangani suatu kasus yang menyangkut orang asing, kewajiban kita yang menginformasikan kepada keduataan yang bersangkutan,’’ tambahnya.
PT K sendiri disebut berasal dari Malaysia. Sejak beberapa bulan terakhir perusahaan ini menjadi sorotan dalam dugaan pembunuhan sejumlah orang utan. Hal diketahui dari sejumlah foto dan video pembunuhan satwa yang dilindungi itu.
Dari hasil pemeriksaan, perusahaan ini diduga memberikan bonus bagi karyawannya yang berhasil menangkap Orang Utan yang dianggap sebagai hama perkebunan.
Seperti diberitakan diberitakan, dalam kasus ini polisi telah menangkap dua tersangka tersangka yakni IM (32) dan MJ (33). Polisi menyebut dua warga ini mengaku membunuh orang utan atas perintah dari manajemen perusahaan perkebunan sawit tempat mereka bekerja.
Karena itulah para tersangka ini harus mempertanggungjawaban aksinya melalui Undang-undang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem pasal 21 ayat a dan b dan pasal 40 ayat 2. Mereka terancam penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.(zul/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar